Jumlah Media Massa di Indonesia Saat Ini. Menurut catatan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 500 perusahaan media cetak yang menerbitkan koran, majalah, dan tabloid. Khusus untuk surat kabar harian, terdapat sekitar 300 perusahaan yang mencetak 4,8 juta eksemplar koran. Penerbitan koran baru luar biasa besar, karena Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 telah memerdekakan pers dari intervensi pemerintah, perizinan, sensor, dan ancaman bredel.
Sebanyak 250 dari 300 koran di Indonesia berlangganan foto dari ANTARA. Koran-koran yang terbit di daerah ketergantungannya sangat besar kepada kantor berita itu. Banyak koran daerah yang isi beritanya 80 persen berasal dari ANTARA dan 20 persen sisanya dibuat wartawannya sendiri. Koran-koran besar nasional, meskipun tingkat pengutipan berita ANTARA jauh lebih sedikit, tetap memerlukan ANTARA untuk menjadi pembuka mata (eye opener), pembanding atau bemper untuk berita-berita yang dianggap sensitif. Kompas Cyber Media (KCM), Media Indonesia Online (MIOL) atau Republika Online seringkali menggunakan berita-berita ANTARA untuk edisi onlinenya.
Selain itu, saat ini terdapat sekitar 1.200 stasiun radio. Menurut PRSSNI, sebanyak 94 persen penduduk Indonesia mendengar radio. Menurut BPS sebanyak 69,4 persen dari 45.653.804 (=31.653.740) rumah tangga Indonesia memiliki paling tidak satu radio. Seiring reformasi, maka radio selain menjadi alat hiburan, juga menjadi alat demokratisasi. Maka stasiun radio selain memutar lagu, juga menyiarkan berita, ulasan, dialog interaktif dan talkshow. Jurnalisme atau media massa televisi (TV) juga berkembang pesat. Sekarang ada sekitar 11 stasiun televisi jaringan anggota Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), ditambah dengan hampir 100 televisi lokal di berbagai daerah. Jumlah media terbanyak saat ini adalah media online atau situs berita yang muncul dan berkembang secara cepat dan pesat.
Sebanyak 250 dari 300 koran di Indonesia berlangganan foto dari ANTARA. Koran-koran yang terbit di daerah ketergantungannya sangat besar kepada kantor berita itu. Banyak koran daerah yang isi beritanya 80 persen berasal dari ANTARA dan 20 persen sisanya dibuat wartawannya sendiri. Koran-koran besar nasional, meskipun tingkat pengutipan berita ANTARA jauh lebih sedikit, tetap memerlukan ANTARA untuk menjadi pembuka mata (eye opener), pembanding atau bemper untuk berita-berita yang dianggap sensitif. Kompas Cyber Media (KCM), Media Indonesia Online (MIOL) atau Republika Online seringkali menggunakan berita-berita ANTARA untuk edisi onlinenya.
Selain itu, saat ini terdapat sekitar 1.200 stasiun radio. Menurut PRSSNI, sebanyak 94 persen penduduk Indonesia mendengar radio. Menurut BPS sebanyak 69,4 persen dari 45.653.804 (=31.653.740) rumah tangga Indonesia memiliki paling tidak satu radio. Seiring reformasi, maka radio selain menjadi alat hiburan, juga menjadi alat demokratisasi. Maka stasiun radio selain memutar lagu, juga menyiarkan berita, ulasan, dialog interaktif dan talkshow. Jurnalisme atau media massa televisi (TV) juga berkembang pesat. Sekarang ada sekitar 11 stasiun televisi jaringan anggota Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), ditambah dengan hampir 100 televisi lokal di berbagai daerah. Jumlah media terbanyak saat ini adalah media online atau situs berita yang muncul dan berkembang secara cepat dan pesat.
Jumlah situs berita di Indonesia, menurut data Dewan Pers, sekitar 2.000 situs. Namun, Dewan Pers mencatat, dari 2.000 media online yang saat ini ada di Indonesia, hanya 211 yang memenuhi syarat untuk bisa disebut sebagai media profesional. Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, pemberitaan media abal-abal mirip seperti ‘koran kuning’. "Ketika diverifikasi, tidak ada penanggung jawab dan badan hukumnya,” katanya seperti diberitakan Media Indonesia.
Nah, Anda termasuk pembaca media abal-abal itu? Kenali ciri-cirinya: tidak ada penanggung jawab dan badan hukumnya. Ciri lainnya tidak ada alamat kantor redaksi dan nama-nama wartawan. Berita atau tulisannya juga "kacau", tidak enak dibaca, banyak yang "menulis untuk mesin pencari ketimbang untuk manusia".